Cerpen ini is cerpen terfavourite ana
. Krn pembuatannya waktu ana masih di PIAR, masa-masa menjelang UN dan disaat bingungnya mikirin mau masuk Universitas mana... Sebelumnya, cerpen ini memiliki double writer, makanya "by syuhada_abu asad20" (campuran syuhada_ahmad20 dan Asad Abu Asad). Penulisnya yaitu; ana dan sahabat ter"cerdas!"
(maknanya cuma anak RAIS yg tau) ana, namanya Yoga Susetyo Pauzi. Juga ana berterima kasih sesyukron-syukronnya atas pihak-pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatannya (lebae). Muhammad Aulia Luthvy yang telah membuat karikaturnya (sudah hilang, nggak bisa ana tampilkan disini, ana gantikan dengan kucingonion aja ya vy..). Film SAW III dan Avatar, yang telah "menginspirasikan" suatu adegan dalam cerpen ini. Dan pihak-pihak yang telah mempublikasikan cerpen ini di mading PIAR, serta little Sarah (anak dari wali kelas), atas partisipasi namanya sebagai wali kelas. (asli lebay!) udh lah..


Mungkin juga anda akan menemukan beberapa sastra atau kata menarik yang mungkin hanya bisa ditemukan dalam cerpen ini, yang akan ana kasih font hijau.. di cerita juga ada percakapan antar pengarang(cerpen aneh) Latar tempat di Perguruan Islam Ar-Risalah dan apabila ada kesamaan nama atau apalah gitu.. mohon maaf karena cerita ini hanya fiksi belaka.
By : Syuhada
Abu Asad_20
Ketika kutersadar, kubuka segera mataku. Tapi aku belum bisa mengurai
paket-paket cahaya yang memantul dari setiap sudut. Aku bingung apa yang tengah
terjadi. Kucuba menggerakkan tubuhku, tapi ada apa ini! Aku seperti dihimpit Jin
Siampo, tidak bisa bergerak! Tangan
dan kakiku terasa beku ditahan oleh sesuatu. Ketika mataku sudah bisa melihat,
ku explore setiap inchi yang akan
bisa membuka pintu misteri ini.
Aku berada di ruangan asing. Badanku tergeletak dengan posisi terlentang
lalu tangan dan kakiku tertahan oleh plat baja yang serasa menyentuh tulangku.
Seketika jantungku terhentak oleh lonjakan produksi adrenalin yang tiba-tiba
menjadi liar. Degubannya mengalahkan tabuh gendang pedalaman Irian. Keringatku
melaut Hindia, menciptakan tsunami yang menyadarkan perasaanku. Aku sedang
dalam bahaya!
Respon dari semua impuls yang aku terima tidak terkendali. Aku bagaikan
kerbau hutan yang terluka, mengamuk, meronta, menanduk, menggeliat,
menggelepar, berusaha membebaskan diri. Hingga di ujung asa, kumelihat kilatan
yang melayang indah di atas perutku, berayun-ayun, menimbulkan sensasi dingin
karena terpaan angin yang diciptakannya.
Tapi mataku tersayat! Tersayat oleh kilatan yang ternyata adalah pantulan
tajamnya kapak yang menghembuskan nafas malaikat Izrail!! Kapak itu semakin
berayun kencang dan mendekat. Dadaku membadai besar, naik turun. Aku tidak tahu
akan berbuat apa. Ya Allah, inikah akhir hidupku ya Allah!!

“Aaaa…!!!!!” Aku melolong menghantam sepi, menahan sakit ketika kapak
raksasa itu berayun menjilat perutku. Sedikit demi sedikit, semakin dalam!
“Aaaaaaaaaa…….!!!! Ya Allah aku masih berharap kuliah!!!”
(“I’m really sorry…, the story
above isn’t connected to our main short story. Sorry pembaca, cerita di atas
sebenarnya bukan cerita yang bakal ana sampaikan. Ana tadi lagi ngelamun, He..
he..
sorry ya. Baiklah, sekarang ana mau
ceritain kisah yang sebenarnya, selamat menikmati…!”)

Aku dan Tuhanku
Ketika kutersadar, kubuka segera mataku. Tapi aku belum bisa mengurai
paket-paket cahaya yang memantul dari setiap benda. Kukucek sedikit untuk merefresh, akhirnya berhasil. Kulirik jam
dinding yang terus terjaga.
“Jam 4 dini hari!”
Nyawaku sontak loncat keluar sehingga aku merasa sedikit fly. Tapi stop! Jangan sampai aku
pingsan, karena peristiwa ini hanya terjadi satu kali dalam seratus tahun jatah
hidupku. Dengan segera aku terjun dari kasurku dan mendarat dalam posisi sujud
syukur, karena aku baru bisa terbangun pukul empat dini hari tanpa dibangunkan.
Allahu Akbar!!!
Momen yang hampir punah ini tidak boleh dilewatkan begitu saja. Aku harus
tahajud dan berdo’a kepada Allah dengan sangat khusyuk.
“Ya Allah… masukkan aku ke IPB dengan Rahmat-Mu….”
****
“Eh Ga lagi ngapain nih…?!”
“Gak ada, lagi buat cerpen ajha, tapi ana udah kehabisan ide..”
“Ooo…h.., kalau gitu, biar ana yang lanjutin”
“Ha, yang bener?”
“Suer!!”
“Oke Dech…”
****
Aku vs Ustadzah Naila Mudhrikah
Aku dan temanku sedang bercanda tawa ria di kelas saat jam istirahat,
hasratku sedang berusaha untuk memperagakan jurus water bending yang baru. Temanku menggerak-gerakkan air di dalam
gelas hingga seolah-olah akulah yang mengendalikan air tersebut. Sesosok tubuh
ternyata dari tadi memperhatikan kekonyolan yang kami lakukan.
Aku membayangkan
otot di dahi samping kiri sosok itu bereaksi berlebihan sehingga menyebabkan
satu lubang pori-porinya terbuka begitu lebar dan mengeluarkan butiran keringat
raksasa sebesar bola takrau yang tak kunjung menetes. Eksperesi memang tak
pernah berdusta.

“John, kesini sebentar.” Sosok itu memanggilku, dia adalah Ustadzah
Naila, yakni wali kelasku. Aku merasakan aura PMDK saat ia memanggilku.
Jantungku kembang kempis tak beraturan, di benakku hanya ada tiga huruf, I, P, B.
“John, sekolah menerima undangan PMDK baru dari UNP. Ustadzah yakin John
akan cocok dan pasti bisa lolos melewatinya.” Tiba-tiba dalam hatiku terdengar
suara soundtrack komputer yang di shutdown.
“Tapi Dzah, selama ini ana gak pernah membayangkan kuliah di UNP”
“Ya udah, bayangin aja…”
“Sekarang mendung, gak ada bayangan karena matahari tertutup awan Dzah”
“Tunggu sampai awannya pergi.” Ustadzah yang satu ini ternyata konyol
sekali. Dia kembali berkata.
“Kalau Ustadzah lihat dari kemampuan John, yakinlah bahwa IPB itu terlalu
tinggi. Mungkin bisa dikatakan tidak ada harapan untuk John.” Pandanganku hitam
putih seketika
, nafaspun terhenti empat detik. Hatiku serasa mendidih mendengar
untaian kata yang terucap dari Ustadzah itu. Aku nggak mungkin melawan. Aku
berlalu di hadapannya tanpa sepatah katapun. Kuharap dia menyesal dengan apa
yang telah dikatakannya. Bergegas aku mengajak temanku keluar dari kelas.

****
“Ahmad!! Gimana?! Coba ana baca!!”
“Nih!! Ana dah capek juga, giliran antum yang lanjutin.”
“Oke…”
“Cerpennya sangat cerdas!!”
****
Aku vs my sohib
Keinginanku untuk masuk IPB sekarang bagaikan sebongkah tanah keras yang
melakukan gerak jatuh bebas dari atas tebing pada ketinggian satu kilometer di
atas permukaan laut. Meluncur kencang dengan mengabaikan gaya gesek udara, dan
tiba-tiba. Blaarrr!!! Menghantam batu karang, hancur menjadi butiran
mikroskopis, menghilang dalam sekejap, dibawa angin yang menangisi keputus
asaan.
“Gimana bro? apa yang dibilang sama Ustadzah tadi?”
“Aa..?” aku tersadar dari lamunanku. “Oo.., Ustadzah tadi nawarin ana
untuk ikut PMDK UNP.”
“What..?!!! UNP..?!! Yang bener?!! Rendah banget!! Mending gak usah
kuliah aja. Truss, antum terima??”
“Belum ana jawab. Nantilah ana pikir-pikir dulu.”
“Ana saranin he… janganlah antum ambil PMDK tu.. gantunglah cita-citamu setinggi
langit. Bayangkan antum menginjakkan kaki di altar suci Universitas Sorbone di
Prancis. Anak pedalaman Belitong aja bisa kesana, masak anak perkotaan
Sijunjung aja nggak bisa! Apa kata dunia?!! Ha… ha.. ha..”
“Gareeng banget sih dari tadi!! Nggak pernah sadar!”
“Tapi beneran bro, orang-orang seperti kita ini kalau nggak bermimpi, ya
mati!!”
“Antum pandainya cuma nyumplax kata-kata orang ajha!”
“Ye.. ana kan cuma ngasih nasehat. Sebagai wujud rasa pertemanan sejati.
Ya nggak?”
“Dasar, cerdas!!”
****
“Mad!!!”
“Yoo!!”
“Tolong ana sebentar lanjutin cerpen ni, ana lagi sya sya’ bei beh. Mau
curhaj dulu...”
“Dasar!!”
****
Aku vs Bg’ Tookunc
Aku merasakan angin sepoi yang mengalun lembut mengibaskan rambutku, hari
ini aku duduk sendiri memandang indahnya langit jelang senja. Namun seseorang
memecah konsentrasi pH yang bereaksi di jaringan otakku. Orang itu melakukan
gerakan-gerakan kembar yang berulang. Kedua tangannya menggenggam sebuah
tongkat silinder agak bengkok dan lusuh dengan ujungnya yang terdapat lempengan
pipih yang tegak lurus terhadap tongkat tersebut, atau kita sebut saja dengan
‘cangkul’. Ia datang menghampiri dan menyalamiku. Tangan kasarnya terasa
kresek-kresek di tanganku bagaikan menggenggam kaktus atau tangkai mawar. Dengan
duduknya ia di sampingku aku merasakan suatu rasa mustahil tak terasa, dan rasa
itu tergantung menggelayut sedikit menggertak.
“John! Kalau elu mau sukses, ngapain menung di sini? Gi belajar sono!”
“Bang, John sebenarnya lagi bingung. Ustadzah menekan John untuk ikut
PMDK UNP, dan beliau membinasakan serta mengunyah-ngunyah sampai lumat harapan
John untuk menggapai IPB. Ditambah pula teman John yang mengatakan Sijunjung
itu perkotaan, padahal pedalaman
.”

“Sudahlah, kalau boleh ane ngusulin, John lupain semua Universitas yang
berbelukar di benak John. Tujuan John untuk kuliah kan cuma untuk cari
pekerjaan? Ya udah gak usah kuliah! Langsung aja kerja..”
“Ya elah, Bg’ kalau nggak kuliah pasti kerjaannya jelek.”
“He..!! Tau nggak! Walaupun abang jadi tukang kayak gini, abang keluaran
ITB!! Teknik perminyakan dan pertambangan!!”
“Ha..?!!! kagak mungkin!!! Pasti pekerjaannya bisa lebih bagus dari ini.”
“Ya gimana lagi, orang semester pertama udah kena DO.., beginilah
jadinya.”
“…..?”
“Pokoknya abang tekankan nggak usah kuliah. Sebagus apapun
universitasnya, yang namanya kerjaan nggak ada yang bisa nentuin
.” Langsung
saja aku beranjak dari sampingnya, bisa rusak aqidahku karena abang itu.
Tampaknya aku harus go home dan diskusi dengan mama. Lagipula aku sudah
lama tak merasakan suasana mencekam di kampung. Mungkin mama juga butuh bantuan
untuk buka jalan ke Sijunjung yang telah dipenuhi hutan, sehingga tidak ada
jalan keluar dari Sijunjung. Yang jelas aku ke kantin dulu, sedikit ‘lado
kutu’, mungkin akan mencerahkanku.

****
“Yoga!!!”
“Yesh..”
“Lama amat sih defecation nya?”
“Sorry, tadi fesesnya menjadi skibula.”
“Hi… cuci tangan dulu baru lanjutin cerpennya..”
“Oke, hipnotis dulu ana Ahmad!”
“Aduh! Ken..nha Dheh!”
**
“Oi Ahmad!”
“What’s up?!!”
“Apa yang antum buat ni? Antum sungguh terlalu menghinakan Sijunjung!”
“Alah, sok pula. Biarin ajalah, kan antum yang minta tolong sama ana, ya
terserah ana donk!”
“Saelant!”
****
Aku vs mama n’ papa (this is the end of our story)
Seperti matahari yang menyibakkan kegelapan, seperti itu pula yang
kurasakan ketika ‘lado kutu’ ini melakukan irritation pada lidahku.
Begitu mencerahkan! Hmm… Mau?
Besok aku harus segera ke Sijunjung. Tapi gimana ya? Mana bisa aku minta
izin dengan alasan diskusi. Atau mungkin aku nelpon mama aja. Kan kemarin mama
baru beli handphone Blackberry Storm 9500. He..he..he…
Aduh, udah jam 17.26. Masih ada waktu empat menit sebelum kantin tutup.
Ketika aku menginjakkan kaki di kantin, langsung saja suasana horror di wajah
Kak Rika menerorku
. Kak Rika marah, bisa gempa nih.

“Sebentar aja kak” Langsung saja aku ngacir mencari telepon dan menekan
beberapa digit angka.
‘Tit.. tit.. tit..’
“Hallo? Assalammu’alaikum..”
“Wa’alaikum salam, Ma, apa kabar?”
“Baik, tapi Mama agak capek karena habis shopping di Mall”
“Mama ini sok keren, bilang aja habis dari Pasar Traditional
Sijunjung. Papa mana Ma?”
“Belum pulang, tadi izinnya sih pergi main golf sebentar sama temannya.”
Lagi-lagi mamaku sok keren, padahal papa pergi nyangkul di sawah.
“Oo.. gini Ma, John mau diskusi masalah kuliah John nanti”
“Truss…?”
“Ustadzah nyuruh John ngambil PMDK UNP”
“Truss…?”
“Teman John nyuruh John kuliah di Sorbone.”
“Truss…?”
“Abang Tookunc nyuruh John gak usah kuliah.”
“Truss…?”
“Ya truss John harus milih yang mana?!”
“Aduh gimana ya? Kalau kayak gitu Mama bingung juga. Eh tunggu dulu, Papa
baru pulang. Minta pendapat Papa aja ya..”
“Ok deh…”
“Hello, assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikum salam.” Tanpa babibu aku ceritakan semua permasalahanku.
“Emangnya John mau kuliah dimana?”
“Rencananya sih mau kuliah di IPB, Departemen Pertanian.” Papaku terdiam,
tampaknya sedang berpikir keras. Tapi kalau lama-lama bisa tercipta gempa local
karena Kak Rika ngamuk, kumelirik ke arah jam dinding. Waa..!! setengah menit
lagi pukul setengah enam! Tapi papa belum juga bicara.
25…20…15…10..9..8..7..6..5..4..3..2..
“Ehm, daripada John kuliah di sana, mendingan bantu Papa di sawah aja,
kan pertanian juga.” Klek! Kututup telepon segera dan berteriak histeris di
tengah dahsyatnya gempa local dengan diiringi oleh music Hysteria
dari Muse.
THE END
sesyukron-syukronya tuh gimana mad?
ReplyDeletetruss jadi nggak dia masuk IPB atau UNP atau bantu bapaknya main golf
hi hi hi..
ReplyDeleteSesyukron2nya tu ya sebesar2nya lah..
Jadinya dia masuk IPB, Proteksi Tanaman. (srius)
Si John tu diambil dari karakter seorang teman ahmad di Ar-Risalah. (bagi anak RAIS yang kuliah di IPB, merasalah anda.. ha ha)
foto abi tu foto siapa bi??
ooiiiiii>>!!!!!!
ReplyDeleteAne tesingguuung!!!!!
hahahahaha!!!!
CERDAAAASSSS!!!!!!!
antum tersinggung atau nggak..
ReplyDeleteana nggk peduli..
ha ha ha.. (tertawa kejam)
:))
ReplyDelete:)]
ReplyDelete:p
ReplyDelete