Skip to main content

Dakwah Akhir Zaman, Tribute to #MubesFKIRabbaniXI



 Bismillahirrahmanirrahim.

      Teringat khutbah khatib hari jum’at yang lalu, mengenai akhir zaman. Fitnah terjadi dimana-mana, fitnah ini adalah ujian keimanan seperti harta, jabatan dan wanita. Bukan fitnah yang kita pahami sebagai tuduhan tanpa bukti. Dimedia masa apapun kita perhatikan, kasus-kasus atau permasalahan negri ini selalu berhubungan dengan fitnah dunia ini.
Namun pada tulisan kali ini, ana tidak berniat membahas permasalahan negri yang begitu pelik ini, melainkan tertarik menulis ini sebab terpancing karena pernyataan seorang ikhwah pada #MubesFKIRabbani XI hari pertama, kurang lebih berikut penggalannya,

“Mengapa akhwat-akhwat sekarang acaranya selalu pengembangan kreatifitas? Modernisasi? Dan sejenisnya? Lihatlah penampilan-penampilan mereka saat ini, jilbab warna warni, pink, merah, biru terang, menarik perhatian. Mengapa tidak mereka amalkan sunnah nabi dengan berpakaian gelap? Apa ada di daurah-daurah akhwat mengajarkan menjadi akhwat yang sesungguhnya? Apa ada para murabbiyah mengajarkan menjadi akhwat yang seharusnya? Allahu a’lam”
Allahu a’lam, ana ingin sekali menanggapi ini, ana sepakat sekali dengan pernyataan tersebut, namun pernyataan tersebut sangat cocok disampaikan pada daurah-daurah akhwat, tidak pada pelaporan LPJ mubes yang dihadiri oleh ikhwan dan akhwat dan mungkin juga ada akhwat yang baru saja tersentuh dengan dakwah ini, dan ana yakin, tidak mungkin para murabbiyah tidak menyampaikan bagaimana cara menjadi akhwat pada binaannya. Berhubungan dengan perkara akhir zaman serta perkembangan zaman saat ini. Sesuatu yang dulunya kita anggap tabu, zaman sekarang justru menjadi kebutuhan. Twitter, facebook, whatsapp, 3 socmed raksasa ini adalah kebutuhan. Ana teringat suatu saat ada pelatihan sosial media untuk aktifis dakwah, lalu di PR kan untuk ngetwit dengan hastag tertentu, lalu ditanya “Siapa ikhwah disini yang sudah punya twitter?”, hanya segelintir orang yang mengangkat tangan, yang mengangkat tangan pun tereliminasi setelah pertanyaan kedua “Siapa yang followernya di atas 100?”. Ya, Apa kita tidak kasihan dengan ikhwah yang diberi tugas dakwah untuk mengelola belasan akun twitter sekaligus?
Seperti whatsapp, bahkan app ini lebih ana andalkan dari pada SMS, seorang senior, bang Parwanto yang baru menggunakan whatsapp berkomentar setelah suatu rapat, “Ternyata ini benar-benar bermanfaat ya, sangat memudahkan. Sepertinya akan beralih kesini untuk komunikasi ya..” Ana garis bawahi kata “...Akan beralih...”, ya, beruntung dan bertahanlah wahai aktifis dakwah, kita sedang berjuang dimasa peralihan ini, kitalah yang sedang hidup dimasa perubahan, berubahnya gaya hidup, perilaku, kebiasaan, dan lain-lain. Contoh, dahulu di Indonesia, twitter jarang digunakan, sekarang sudah menyaingi facebook. Dahulu, mana ada orang-orang menjelang tidurnya melihat-lihat handphone, karena apa yang bisa dilihat dari nok*a lama itu, sekarang rata-rata pengguna smartphone melihat notifikasi-notifikasinya, baik twitter, facebook, whatsapp, atau browsing, baca-baca artikel, dunia sudah ada dalam gadgetnya. Dahulu para akhwat lebih banyak meletakkan handphone di dalam tas, walau mungkin masih ada yang seperti itu, sekarang handphone lebih banyak di tangan atau di sakunya. Dahulu di dalam bis, orang-orang hanya banyak diam, atau baca buku, sekarang mayoritas memegang gadgetnya masing-masing, itulah “Peralihan”. Dahulu undangan rapat melalui surat, beralih ke sms, beralih ke whatsapp, dan bukan tidak mungkin apabila kondisi ini terjadi -Seorang ikhwan atau akhwat handphonenya hilang di jalan, sedangkan beliau dalam kondisi yang sangat genting, mendesak menunaikan amanah, harus menyampaikan suatu pesan, apa pilihannya? Mungkin beliau ke warnet membuka facebook lalu mengirim pesan tersebut, belum lagi ternyata orang yang dituju sedang tidak online, pilhan berikutnya membuka twitter, me-mention orang yang dituju “Cek DM akh @____”-. Lagi-lagi, inilah peralihan yang mugkin aktifis dakwah 10 tahun silam belum memikirnya, sebab pesatnya perkembangan dunia digital ini. Oh iya, baru ingat, seorang dosen juga pernah bilang, “Bahan kuliah bisa lihat di fb saya..”.
Paragraf sebelumnya tentang perkembangan dan peralihan zaman. Berikutnya tentang warna-warni jilbab, sangat beruntung kalau kita berdomisili di Palestina, Gaza, atau di tanah haram, karena disana, pakaian gelap untuk para akhwat adalah budayanya, gamis bagi yang ikhwan adalah budayanya, bahkan Raja Saudi yang pro kudeta memakai gamis dan sorban. Ana ingat program departemen HUJAN FKI Rabbani, kunjungan ke UKM-UKM, saat itu yang sempat ana lihat kedatangan pengurus FKI Rabbani ke salah satu UKM, bayangkan andainya saat itu akhwat-akhwat yang datang ke UKM tersebut seluruhnya berjubah hitam dengan alasan mengamalkan sunnah. Teman-teman di UKM tersebut mungkin akan kaget, atau was-was. Pemilihan warna itu ya privasi sang akhwat asal tidak berlebihan. Na'udzubillah kalau niat sang akhwat memang untuk menarik perhatian, ini menjadi perkara hati yang hanya orang bersangkutan dan Allah saja yang tahu. Dan perkara hati ini diluar kekuasaan kita. Ikhwan pun begitu, ingin mengenakan celana jeans atau levi’s itu adalah pilihan, ingat juga disaat bedah visi misi calon ketua umum, salah satu calon dari teknik “Ana tidak pernah memakai celana bahan dasar di jurusan”. Ana pribadi, semester awal dulu, ana bertahan dengan kemeja dan celana dasar, dan sekarang sudah sangat jarang, bahkan beberapa kali dengan kaos oblong dan celana levis, pernah juga dengan sendal, itu semua karena pertimbangan lingkungan. Di zaman sekarang melarang itu? Maka kita terjatuh dengan yang sering disebut orang, yaitu “saklek”. Dimana yang kita sebut dengan dakwah terbuka? Kita akan terseleksi dalam masa peralihan ini. Dakwah akhir zaman? Kita lihat di luar kampus, mayoritas pemuda islam bergerak dalam dakwah komunitas, dan disana harus jauh lebih kreatif. Contoh, ana mengenal seorang akhwat penggemar sepak bola, timnya Barcelona, kamarnya, kasurnya, alat-alat tulisnya, meja dan properti-properti lainnya hampir semua ber-merk tim tersebut. Tapi sayangnya beliau tidak menemukan jersey untuk akhwat, yang berlengan panjang dan syar'i. Akhirnya beliau berinisiatif membuatnya sendiri mendesainnya sendiri hingga akhirnya menjadi bisnis bagi beliau dan sukses menggelutinya. Pelanggannya tak hanya sebetul-betulnya muslimah, tapi banyak dari teman-teman cewek kampusnya yang membeli, yang sebelumnya tidak berjilbab menjadi berjilbab setelah melihat jilbab bercorak tim sepak bola favoritnya, pergi nonton ke stadium yang sebelumnya cewek-cewek hanya dengan jersey lengan pendek, sekarang sudah tersedia lengan panjang bahkan gamisnya. Bayangkanlah, dakwahnya begitu halus menyentuh perlahan para mad'u, dan sesuai dengan kebutuhan lingkungannya saat itu. Meski ana tidak begitu suka dengan sepak bola, tapi yang mau minta kontak beliau bisa hubungi ana.


“Lebih baik menjaga jama’ah daripada ideal dalam beribadah”, ini adalah kata-kata yang sangat ana ingat dari ustadz Yasin, Lc, bahkan idealisme kita bisa berdampak negatif pada orang lain. Ingatlah sabda Rasulullah, “al harbu kid’un”, artinya Perang itu adalah tipu daya. Pada suatu perjalanan perang di zaman Rasulullah, seseorang memacu kudanya lebih cepat yang membuat perhatian Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu teralihkan, Khalid curiga dan menarik penutup wajah orang terseut, ternyata beliau adalah seorang akhwat, yaitu Khansa’ binti Amr radhiyallahu ‘anha, ibunya para syuhada. Beliau ingin ikut berkecamuk di dalam perang, menyusup dikerumunan para mujahid. Khalid sontak kaget dan mengadukannya pada Rasulullah, dan Rasul tidak melarangnya. Yakinlah selevel para sahabat pasti menganggap kejadian itu adalah ikhtilat, namun ternyata pada kondisi tertentu seperti perang, ada toleransi, al harbu kid’un. Ada yang di haramkan dalam kondisi ideal, tapi diperbolehkan pada saat perang. Bila seorang akhwat berdebat dengan seorang liberal, bisa dikatakan sedang berperang, apa sang akhwat harus menundukkan pandangan? Seorang pendebat ya harus berani dan menatap serta menunjuk lawan debatnya dengan tegas!
Mari kita berpikir luas, kita berpikir kedepan tapi tidak melampaui batas. Kullu marhalatin rijaaluhaa, apa yang dibutuhkan oleh dakwah pada zaman ini? Isilah kebutuhan tersebut. Dan setiap zaman berbeda-beda kebutuhannya. Semakin tinggi tantangan dakwah, semakin tinggi pula tuntutan kreatifitas kita dalam menghadapinya.

Pesan para perindu syahid “Berjalanlah terus di atas jalan kami, maka kita akan bertemu di Surga”. Allahu Akbar!!

Allahu a’lam bis shawab. Yang haq hanya milik Allah swt.. (29 Desember, Gedung Seminar F)

Comments

  1. Amaizing.. !! :) yg pling menrik perhtian ana itu yg bgian trakhirnya mad...tulisan ijo2... "Pesan para perindu syahid “Berjalanlah terus di atas jalan kami, maka kita akan bertemu di Surga”. Allahu Akbar!!" it keren t... :)

    ReplyDelete
  2. ijin nyimak artikelnya gan
    terimakasih atas informasinya

    ReplyDelete

Post a Comment

Klik identitas Name/URL untuk comment, bila tdk ada akun google

Popular posts from this blog

Cerdas di Atas Kertas, Orientasi Pendidikan Islam di Era 4.0

           Era disrupsi selalu mengagetkan kita dengan realitas-realitas tak terduga yang terus bermunculan di tiap sektor kehidupan, siapa "kita" yang terkaget-kaget itu? Yang kaget dengan hal-hal baru pada zaman ini hanyalah kelompok generasi Y (milenial) ke atas, generasi Z tidak akan begitu kaget sebab mereka turut berkontribusi atas perubahan zaman, bahkan merekalah yang saat ini sedang membanjiri pasar industri. Terlebih gen alpha yang lahir dari rahim generasi milenial, mereka adalah penduduk digital yang asli di Bumi ini. Usia mereka 13 tahun kebawah dan merupakan generasi yang paling akrab dengan perkembangan teknologi, mungkin mereka tidak merasakan adanya hal yang baru.          Apa hal dan realitas baru yang dimaksud? Mulai dari sektor industri yang dijadikan istilah dalam perubahan tatanan kehidupan kita, yaitu revolusi industri 4.0 yang sudah dimulai sejak abad 20. Makin kesini makin kesana, kita ambil contoh sektor transportasi yang dirasakan mayoritas pendudu

“Ahmad nggak akan bisa bahasa inggris ummi”

Bismillah, mumpung banyak duduk-duduk di tempat KP, apalagi bisa online buka laptop yang biasanya Cuma dengan handphone, lebih baik menulis. Karna saya lebih suka menulis pengalaman pribadi, sebab yang tahu betul tentang kejadian, perkara dan pengalaman yang dialami seseorang tentu pelakunya, soal hikmah semua bisa memetik. Insyaallah bertekad membuat minimal tiga tulisan dalam waktu dekat, pengalaman belajar bahasa inggris, bahasa arab yang tidak begitu panjang dan pengalaman menghafal Quran yang sebenarnya juga hutang pribadi. Berikut tentang Aku dan Bahasa Inggris J  _________________________________________________________________________________  “Ahmad nggak akan bisa bahasa inggris ummi..”                               Setelah pindah dari Padang ke Jambi, aku memulai pendidikan jenjang TK dan sekolah dasar di Jambi. Ini adalah cerita singkat tentang hubunganku dengan bahasa inggris. Jujur, Ummi dan Abi ku bukan orang yang sering berinteraksi dengan bahasa ingg

Kejauhan itu Membuat Hati Semakin Rindu – Tarbiyah dari Allah

Tanpa kita sadari, setiap perjalanan hidup manusia beserta sejarahnya adalah tarbiyah dari Allah SWT, tergantung diri kita, apakah mampu mengambil pelajaran serta hikmahnya. Sedikit dari manusia yang bisa mengambilnya, Allahummaj ‘alnaa minal qoliil.. Lebih dari 1 abad yang lalu, imam syahid Hasan al Banna dalam usia 22 tahun mampu mendirikan organisasi yang ditakuti dunia, negara-negara besar mempertimbangkan kehadiran organisasi ini, musuh-musuh dakwah terlalu lamban dalam menghancurkan organisasi ini dengan menculik dan membunuh para pimpinannya, ketakutan mereka membutakan makar yang mereka susun sendiri, sebab organisasi ini sudah terlanjur memiliki anggota yang ikhlas dan rela mengorbankan harta serta jiwanya, sehingga ideologinya sudah sangat dalam menghujam tanah, nilai-nilai islam dan jiwa da’i dalam menyebarkannya sudah menjadi darah daging yang menyatu dengan jasad mereka., ia memiliki pondasi yang sangat kuat, ketika ia dibabat habis, tumbuhlah kembali manusia-manus