Oleh : Mu'az Abdul Hafizh
Di sudut kota madinah, terdapat sebuah rumah orang shaleh, ia dihuni oleh seorang sahabat mulia yang sedang memikirkan cara bagaimana agar ia dan istrinya serta anak-anaknya bisa makan pada hari itu, di tangannya tergolek satu butir korma kering yang sudah lama diidam-idamkan oleh anak-anaknya, agar segera masuk ke mulut mereka untuk mengganjal perut yang sudah beberapa hari ini belum diisi.
Si ayah hampir habis pikir, di saat yang bersamaan pintu rumah itu diketuk oleh seseorang, semua mata langsung tertuju ke satu titik fokus, siapa gerangan yang akan datang? Apakah mereka akan membawa makanan buat mereka? Beribu pertanyaan berkelebat di otak bocah-bocah kecil itu, si ayah berdiri untuk membukakan pintu bagi tamu mereka.
Ternyata harapan mereka tidak sesuai dengan kenyataan, orang yang datang tidak membawa apa-apa ataupun hal lain yang akan membuat mereka bahagia, tamu itu adalah seorang pengemis. Dan kalian tahu apa yang dilakukan sang ayah? Tanpa memikirkan anak dan istrinya yang ia cintai belum makan, sang ayah langsung memberikan satu butir korma tadi kepada pengemis. Semua mata terbelalak, terheran-heran kenapa satu butir korma itu diberikan kepada pengemis itu? Namun tidak ada satupun yang berani mengangkat suara apalagi protes dan membantah.
Teman, kalian tahu siapa sahabat itu? Beliau adalah sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu, sahabat yang menjadi khalifah keempat setelah Utsman bin 'Affan, beliau juga menantu Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tak kalah pentingnya, beliau adalah pemuda pertama yang masuk islam
Selang beberapa waktu setelah kejadian tersebut sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu didatangi oleh salah seorang sahabat yang membawakan korma
dari Rasulullah sallallahu ‘alaih wasallam, setelah membaca salam dan diizinkan masuk oleh sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu, sahabat tersebut menyatakan perihal kedatangannya kepada sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhubahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengiriminya korma. Setelah menerima korma dari Rasulullah tersebut sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu menghitung jumlah korma yang di bawa oleh sahabat tersebut, ternyata jumlah korma tersebut sembilan butir, dan sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu langsung bertanya ”Mana satu lagi?”, sahabat tersebut terhenyak karena pertanyaan ini, sahabat tadi balik bertanya “Ya sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu dari mana anda mengetahuinya? Apakah ada wahyu yang memberitakan bahwa Rasulullah sallahu ‘alaihi wa sallam akan mengirimi anda 10 butir korma?”.
dari Rasulullah sallallahu ‘alaih wasallam, setelah membaca salam dan diizinkan masuk oleh sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu, sahabat tersebut menyatakan perihal kedatangannya kepada sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhubahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengiriminya korma. Setelah menerima korma dari Rasulullah tersebut sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu menghitung jumlah korma yang di bawa oleh sahabat tersebut, ternyata jumlah korma tersebut sembilan butir, dan sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu langsung bertanya ”Mana satu lagi?”, sahabat tersebut terhenyak karena pertanyaan ini, sahabat tadi balik bertanya “Ya sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu dari mana anda mengetahuinya? Apakah ada wahyu yang memberitakan bahwa Rasulullah sallahu ‘alaihi wa sallam akan mengirimi anda 10 butir korma?”.
Kemudian sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu menjawab “Tidak” dan beliau menceritakan bahwa belum beberapa waktu ini beliau didatangi oleh seorang pengemis, dan tidak ada di sisi beliau yang akan diinfakkan melainkan satu butir korma, karna beliau yakin dengan janji Allah dalam surat al-An’am ayat 160 bahwa satu kebaikan akan dibalasi dengan sepuluh kebaikan yang sama dengan kebaikan tersebut, sedangkan keburukan tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan keburukan tersebut.
Teman, itulah yang terjadi apabila keyakinan dan harapan bersatu, maka ia akan jadi kenyataan. Ya, sebagian besar dari kita sudah mengetahui bermacam-macam dalil akan janji Allah, namun kita tidak terlalu yakin dengan janji tersebut, keyakinan kita terbagi-bagi, kita tidak berikan kepercayaan itu sepenuhnya kepada Allah, itulah sekarang yang terjadi pada masing-masing pribadi kita teman.
Sekarang mari kita berhenti sejenak, dan kita perhatikan dengan seksama cerita di atas, sudah pantaskah kita untuk bisa merasakan hal yang sama? Memang kita tidak semulia sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu, tapi kita juga bisa merasakannya teman, karna banyak kisah-kisah yang serupa dengan ini telah terjadi.
Teman, apa yang akan kita lakukan jika kita berada posisi seperti ini? Mungkin kita akan menjawab dengan lembut “Maaf pak”, walaupun masih ada yang akan kita makan, atau bahkan apabila sedang sewot-sewotnya kita mungkin akan bilang “Kamu tahu kalau saya sama istri dan anak-anak belum makan?” na’udzubilahi tsumma na’udzubillah.
Teman sudahkah spontanitas kita menyerupai sayyidina Aliradhiyallahu ‘anhu? Apakah ada terlintas di pikiran beliau bahwa pengemis yang mendatanginya itu jujur, atau dia sengaja pura-pura jadi pengemis seperti yang banyak terjadi di negeri kita Indonesia, bukan hanya Indonesia bahkan dunia ini, jawabannya adalah TIDAK teman.
Bahkan korma yang diberikan oleh sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhuadalah korma yang juga akan ia nikmati bersama istri dan anak-anaknya, sudah pantaskah kita teman?
Dan tak jarang kita merutuki diri kita sendiri ketika uang seribu atau dua ribu yang kita berikan mereka gunakan untuk membeli makanan yang mahal menurut pandangan kita, itu sebenarnya pantas saja, karena mungkin mereka tidak mengisinya setelah berhari-hari, atau bahkan uang yang seribu dan dua ribu yang kita berikan itu dibarengi dengan umpatan dan cacian, mari kita sama-sama mengintrospeksi diri kita masing-masing.
Walaupun nantinya uang itu akan mereka gunakan untuk maksiat, itu urusan mereka dengan Allah, dan hal itu juga tidak akan mengurangi sedikitpun dari pahala kita, jangan sampai kita merutuki diri kita karena telah memberikannya, toh uang seribu atau dua ribu yang kita berikan itu sudah habis, atau mau kita minta lagi? Na’udzibillahi tsumma na’udzubillah.
Mari kita kembali sama-sama perbaharui niat, didik spontanitas kita dalam beramal, hindari menyebut-nyebut amalan yang telah kita lakukan, walau semua itu butuh paksaan.
Teman . . . apalagi yang membuat kita berpikir panjang untung berinfaq dan beramal, tidak yakinkah kita dengan sepuluh kebaikan yang sama yang akan kita terima? Kita pasti akan menerimanya, jika tidak di dunia ini pasti kita akan mendapatkannya di akhirat, dan bahkan kita mendapatkannya di dunia dan akhirat.
Comments
Post a Comment
Klik identitas Name/URL untuk comment, bila tdk ada akun google