Skip to main content

Seberapa Penting Islamic Wolrdview?

Pilih mana? Pemimpin Kafir yang jujur? Atau pemimpin Muslim tapi korupsi?

Kita ini menyembah tuhan yang sama, tapi dengan cara yang berbeda-beda

Semua agama mengajarkan kebaikan, maka jangan klaim kebenaran

Gak usah kaitkan bencana alam dengan maksiat, kalau mau bantu ya bantu aja

Agama itu suci, jangan campur dengan politik yang kotor, agama-agama aja, politik-politik aja

Gak mau ngucapin selamat natal? Ish, gak toleran.

Kamu fanatik betul dengan agama ya? Gak asih ah

Pernyataan dan pertanyaan mana yang menjadi favorit kamu? Pertanyaan menjebak dan menyesatkan ini seringkali menghantui ummat islam di abad 21 ini, terutama di era derasnya arus informasi dan teknologi komunikasi, inilah realitas kehidupan kita saat ini. Sebelum kita membahas dan menjawab pertanyaan ini, mari kita mengenal Islamic Wolrdview.


Meskipun istilah Worldview bukanlah istilah yang terbaik untuk Islamic Worldview, namun istilah ini yang paling mungkin untuk diterima seluruh masyarakat dunia. Pertama kali istilah ini dikenalkan oleh filsuf Jerman Immanuel Kant (1724-1804), dalam bukunya Critique of Power of Judgement. Dalam bahasa Jerman, istilah yang ia gunakan adalah weltanschauung (welt: dunia, anschauung: persepsi, rasa atau intuisi), menggambarkan intuisi seseorang tentang objek dunia yang dia amati. Kant hanya menggunakan istilah ini sekali, namun ramai digunakan oleh para filsuf idealis dan romantis Jerman untuk menggambarkan perspektif individu tentang alam semesta, baik perspektif itu sesuai dengan realitas atau tidak.


Sebagai seorang muslim, kata Islamic Worldview sebenarnya kurang mewakilkan cara pandang seorang muslim. Sebab kata world adalah dunia dan view pandangan. Memandang Islam hanya dari sudut pandang dunia adalah kekeliruan yang besar, maka ulama kontemporer memiliki istilah yang jauh lebih menentramkan, Sayyid Qutb (1906-1966) menyebutnya dengan At-Tashawwur Al-Islamy li al-Wujud, yang berarti Pandangan Islam tentang Keberadaan, ia memberikan penjelasan yang hakiki terhadap sesuatu sehingga dapat dipahami, baik itu realita yang dapat diakses oleh indra manusia, yaitu alam semesta, maupun akhirat yang tak terjangkau oleh indra bahkan akal manusia, alam metafisik.


Ulama lainnya, Ismail Razi Al-Faroqi (1921-1986) menyebutnya dengan istilah Nadzrah Islamiyyah ila al-Waqi (perspektif Islam tentang realitas) dan Syed Muhammad Naquib al-Attas (lahir 1931-sekarang) dengan istilah Ru’yat al-Islam li al-Wujud (Visi Islam tentang keberadaan). Pada intinya, seorang muslim yang cara memandang realitas wujud kehidupannya sesuai dengan kaca mata islam, akan memudahkan kehidupannya. Memudahkan dalam artian, ia tidak dibingungkan dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar, mulai dari pertanyaan-pertanyaan anak kecil yang secara fitrah bertanya tentang konsep Tuhan, “Allah itu siapa? dimana? Allah menciptakan segalanya, lantas yang menciptakan Allah siapa?”, konsep agama, konsep wahyu, kenabian dan seterusnya. Hingga pertanyaan yang semakin berkembang akibat liarnya akal manusia yang kurang terarahkan dengan baik, maupun pertanyaan sesat yang dengan sengaja dibuat-buat bermaksud menyudutkan agama tertentu ataupun ingin berlepas tanggung jawab dari konsekuensi berkehidupan sosial.


Sebagaimana pertanyaan-pertanyaan yang penulis lampirkan pertama di atas, pada awalnya pertanyaan-pertanyaan tersebut dibuat dengan sengaja menyudutkan ummat islam, mengaburkan akal sehat dan pandangan Islami. Pada akhirnya pertanyaan-pertanyaan tersebut juga sering dilontarkan orang-orang kekinian yang tidak mau memihak, alias memposisikan dirinya sebagai orang yang terlihat netral, cari aman, bahasa kasarnya tidak mau bertanggung jawab atas pilihan dalam langkah kehidupannya. Padahal tidak ada orang yang netral dan bebas nilai dalam kehidupan ini. Contoh yang paling mudah adalah golput, atau golongan putih, ini adalah sebutan yang terlalu bagus untuk orang yang lari dari tanggung jawab terhadap pilihan politiknya, yang sebetulnya mereka adalah orang yang memilih untuk tidak memilih, tentu saja tidak netral.


Darimana cara pandang seperti itu bisa terbentuk? Agar lebih mudah memahami Islamic Worldview, kita kenali pula lawannya secara ringkas. Inilah perang pemikiran dari worldview barat atau western worldview. Worldview Barat lah yang dewasa ini adalah lawan terbesar dari worldview Islam. Kata ‘Barat’ tentu saja tidak bermaksud menunjukkan wilayah geografis yang berdasarkan kompas berada di sebelah barat dunia Islam, atau entitas politik yang berpusat di Eropa dan Amerika. Melainkan adalah peradaban yang dibentuk oleh faktor mendasar yang sangat kompleks, mampu menunjukkan kemajuan di satu sisi, namun meninggalkan banyak “PR” di sisi yang lain. Modern ini worldview barat telah menghasilkan kemajuan yang sangat signifikan dalam sains alam dan teknologi. Namun mengalami kejatuhan dalam aspek nilai budaya, moral dan sosial, mengapa bisa begitu? Sebab ilmu pengetahuan dianggap sebagai satu-satunya indikator dan ukuran untuk pemecahan seluruh persoalan, semua diselesaikan secara rasional dan sekular, terpisah dari narasi agama. Dalam bidang ekonomi, dari sinilah lahirnya kapitalisme yang kental akan kerakusan, muncul pula pandangan politik diskriminatif bernama kolonilisme dan imperialisme, sebutan sopan dari praktik penjajahan. Semua pandangan itu terhimpun dalam istilah yang kita kenal sebagai eropa-sentrisme (eurocentrism). Peradaban barat ini perlahan telah menyingkirkan tuhan ke tepian (EGO/Eddging God Out), bahkan mengakhiri keberadaan tuhan.


Jelas saja dengan pandangan materialisme seperti ini, semuanya diukur hanya dengan sesuatu yang tampak saja, kematian dianggap sebagai akhir dari segala kehidupan, tidak percaya akan hidup pascakematian, maka nilai-nilai dan tanggung jawab, apalah lagi pembalasan terhadap semua perbuatan di dunia. Maka lahirlah paham sekularisme, pluralisme, liberalisme, relativisme, empiris-isme, rasionalisme dan pragmatisme.


Dengan mengetahui sejarah ringkas munculnya paham-paham tersebut. Maka kita tidak akan heran dengan pertanyaan-pertanyaan yang penulis lampirkan di atas. Kata kunci untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah tetap tenang, teliti dan tidak tergesa-gesa. “Pemimpin kafir jujur atau muslim korupsi?”, mengapa kita harus memilih antara dua itu? Siapa mereka yang memberi opsi tersebut kepada kita, tentu saja kita memilih pemimpin muslim yang jujur, keluar dari alur pikiran tersebut, tidak pantas membandingkan muslim yang korupsi dengan kafir yang jujur. Islam tidak membenarkan siapapun untuk korupsi dan penyimpangan lainnya, sebab tidak sempurna ke Islam-an orang tersebut. Namun pemimpin kafir sudah jelas tidak beriman, kurang apa Abu Thalib pamannya Nabi? Mendukung dakwahnya, melindunginya, memodalinya, tetap saja ia dimasukkan Allah ke dalam api neraka sebab dipisahkan oleh aqidah.


“Kita menyembah tuhan yang sama, hanya caranya yang berbeda-beda”. Ini adalah salah satu paham sesat pluralisme, buah dari relativisme. Antara semua dianggap benar atau tidak ada yang boleh mengklaim kebenaran. Bagaimana mungkin berbeda-beda cara menyembah dan beribadah bisa menyembah tuhan yang sama? Sedangkan tuhan dalam semua agama memberi petunjuk tatacara ritual ibadahnya, semua berbeda-beda, apa semuanya harus diakui benar? Tidak ada gunanya seseorang beragama jika menganggap semua agama benar. Dalam sudut pandang Islam, tentu saja hanya Islam agama yang benar, yang lain salah. Cara pandang kaum Nasrani pun begitu, bahkan Vatikan menolak secara tegas gagasan semua agama sama, melalui Dekrit Dominus Iesus tahun 2000 dimasa Paus Yohanes Paulus ke-2, menegaskan bahwa satu-satunya jalan yang sah menuju sang Bapa adalah melalui Yesus. Inilah worldview, sangat menentukan. Jika anda seorang muslim yang meyakini bahwa Allah itu Esa, Ahad, bagaimana mungkin anda membenarkan konsep Trinitas? Terllau kontradiktif.


Bagaimana dengan isu toleransi? Menurut Prof. Dr. K. H. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A.Ed, M.Phil, makna toleransi dalam beragama bukanlah saling menghargai, saling menghormati, melainkan saling membiarkan. Seorang muslim membiarkan keberlangsungan kegiatan peribadatan umat beragama lain, juga sebaliknya. Yang sering muncul di permukaan seperti ucapan selamat Natal, seorang muslim yang tidak bersedia mengucapkan selamat adalah haknya dalam menjalani perintah agamanya, bukan berarti tidak toleransi dalam beragama. Bahkan seorang muslim sebetulnya tidak rela ketika Nabi ‘Isa a.s dibuatkan sebentuk patung yang tertutup selembar kain saja, lalu digantung dan dipajang. Jangankan Nabi, setiap manusia tentu tidak rela orang yang berharga bagi dirinya ditampilkan sedemikan itu. Namun toleransi (saling membiarkan) adalah sikap yang tepat dalam hidup keberagaman.

Dengan uraian ini, penulis meyakini bahwa pembaca bisa melanjutkan dan menganalisa pertanyaan-pertanyaan lainnya yang seringkali membuat kita terombang-ambing dalam akal pemikiran sebab belum mantapnya cara pandang kita sebagai muslim. Dapat disimpukan bahwa mempelajari Islamic Worldview adalah menjadi salah satu pondasi dalam menjalani kehidupan, mengarahkan cara pandang seorang muslim yang akan membentuk sikap, perilaku, pengambil keputusan-keputusan dalam setiap peristiwa. Tanpa Islamic Worldview seorang muslim akan mudah terbawa arus, tidak kokoh pendirian dan sulit untuk membangun lingkungan yang Islami. A Muslim without Islamic Worldview is like a Gun without Ammo, masih berguna untuk melindungi diri, namun lebih sering dicampakkan.


 Penulispun masih terus belajar untuk mendalami Islamic Worldview, mudah-mudahan Allah swt menambahkan ilmu dan wawasan kita seiring usaha kita dalam menuntut ilmu, melindungi dan meridhai setiap aktifitas hidup kita.

Aamiin yaa Rabbal ‘Aalamiin.



Referensi

Muslih, M. K. (2019). Worldview Islam: Pembahasan Tentang Konsep-Konsep Penting Dalam Islam.

Tamam, A. M. (2022). Islamic Worldview, Paradigma Intelektual


Comments

Popular posts from this blog

"Preman" Hafal Quran

Oleh karena itu, Muaz sangat bersungguh-sungguh untuk menambah hafalan. Hingga dalam jangka waktu satu bulan, Muaz berhasil menamatkan hafalannya hingga 30 juz.              Alhamdulillah, kali ini ana ingin mengisahkan kehidupan seseorang, yang insyaallah kita bisa mengambil banyak pelajaran dari kisahnya. Kisah singkat ini adalah kisah nyata tentang seorang sahabat ana, sahabat qarib, ana juga sering bertukar pikiran dengannya. Darinya ana mendapat banyak motivasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari, kehidupannya, dia telah membuktikan bahwa kunci tercapainya sebuah tujuan, adalah tekad yang kuat, qowiyyul 'azm . Selanjutnya diserahkan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.             Namanya Muaz Abdul Hafizh (nama samaran). Ia terlahir dari sebuah keluarga tarbiyah, dari kecil ia selalu ditanamkan nilai-nilai aqidah, dan semuanya sangat berpengaruh terhadap pemahamannya tentang islam sejak kecil. Ia pernah menurunkan sebuah foto dari dinding rumahny

Adventus Supriadi, meraih Award Pemimpin Pemuda Muslim Indonesia!

            Sebelum membaca postingan ana kali ini, sila simak dan renungi video ini ya... video ini yang pertama ditayangkan dalam Indonesian Young Islamic Leaders ( IYIL)   Award pada FSLDKN XVI, IMSS 2012, Bandung, Indonesia...                  Tak ada kata lain yang bisa ana ucapkan selain lafaz pujian kepada Allah SWT setelah mengenal pemuda ini, seorang hamba yang telah mengalami perubahan besar dalam hidupnya dalam waktu yang begitu singkat.. Ia mampu membenahi dirinya menjadi seorang pemuda muslim dimasa remaja, telah mampu memilih warna hidupnya, dimulai dari ketidakjelasan tujuan hidup, menjadi seorang yang sangat berkapabilitas untuk menginspirasi pemuda muslim Indonesia! Sekarang ia akrab dianggil Irsyad, Muhammad Irsyadul 'Ibad. Teringat ucapan singkatnya saat meraih IYIL award di SABUGA ITB, "Mama, Papa, Oma, Kakek, Nenek, suatu saat saya akan membawa kalian kejalan Allah ini.." di iringi dengan takbir ribuan aktivis dakwah dalam ruangan i