Tanpa kita sadari, setiap perjalanan hidup manusia beserta sejarahnya adalah tarbiyah dari Allah SWT, tergantung diri kita, apakah mampu mengambil pelajaran serta hikmahnya. Sedikit dari manusia yang bisa mengambilnya, Allahummaj ‘alnaa minal qoliil..
Lebih dari 1
abad yang lalu, imam syahid Hasan al Banna dalam usia 22 tahun mampu mendirikan
organisasi yang ditakuti dunia, negara-negara besar mempertimbangkan kehadiran
organisasi ini, musuh-musuh dakwah terlalu lamban dalam menghancurkan
organisasi ini dengan menculik dan membunuh para pimpinannya, ketakutan mereka
membutakan makar yang mereka susun sendiri, sebab organisasi ini sudah
terlanjur memiliki anggota yang ikhlas dan rela mengorbankan harta serta
jiwanya, sehingga ideologinya sudah sangat dalam menghujam tanah, nilai-nilai
islam dan jiwa da’i dalam menyebarkannya sudah menjadi darah daging yang
menyatu dengan jasad mereka., ia memiliki pondasi yang sangat kuat, ketika ia
dibabat habis, tumbuhlah kembali manusia-manusia tangguh dengan ideologi yang
persis terjaga dan landasan Al Quran Sunnah yang syumul. Hingga hari ini pun organisasi
ini terus berkembang, ialah Ikhwanul Muslimin (imam syahid lahir tahun 1906, IM
didirikan tahun 1928). Tak terbayang, dalam usia semuda itu bisa menggetarkan
dunia.
Namun saya tidak
akan membahas organisasi yang luar biasa ini. Hanya saja, ketika saya menghisab
diri alias muhasabah, apa yang sudah saya lakukan selama ini, kontribusi apa
yang sudah saya berikan untuk dakwah ini, sudah mampukah saya membuat suatu
perubahan yang dahsyat yang bisa mempengaruhi lingkungan? Atau lebih besar lagi,
mempengaruhi kota? Provinsi? Negara saya? Hari ini, usia saya sudah lebih
setahun dari 22 usianya imam syahid saat mendirikan organisasinya, mungkin
bukan hanya saya, “Saya” terlalu sempit, mari beralih ke “kita”, kita renungkan
bersama. Kita semua pasti akan merasa kerdil ketika membandingkan diri kita dengan
mereka yang bisa mempengaruhi dunia dengan langkah-langkahnya, mengalihkan
pandangan dunia dengan pandangannya, menetapkan kebijakan yang penuh hikmah
dengan kekuasaanya. Ah, masih jauh! Perjalanan yang mereka lalui pasti sudah
melampaui batas kemampuan yang kita miliki. Mereka terus bergerak, mereka
merasa nikmat ketika letih oleh kerja-kerja dakwah, kaki kiri mereka iri ketika
kaki kanan terluka karena dakwah. Mereka kuat, tangguh tak goyah. Ibarat
orang-orang yang melingkar menggenggam tangan lalu bergerak berputar dengan
cepat, tentu tidak mudah menembus lingkaran tersebut dibandingkan mereka hanya
diam, apalagi sekedar menikmati perjuangan mereka yang bergerak nyata.
Awalnya saya
hanya ingin menulis status singkat ketika merenungkan perubahan aktifitas yang
saya alami. Terutama perpindahan domisili dari padang ke jambi. Ternyata status singkat tidak bisa mewakilinya. Saya sungguh iri, ketika saya menyimak grup-grup whatsapp bersama para sahabat seperjuangan di padang. Mereka merencanakan agenda A, B hingga Z yang semuanya penuh manfaat bagi keberlangsungan dakwah, baik di kampus maupun komunitas, mereka berpacu dalam berargumentasi demi kesuksesan agenda dakwah, yang jelas agenda-agenda tersebut tidak lagi bisa saya ikuti karena sudah berpindah provinsi, except if I must. Dan seketika grup-grup itu hening pada hari ketika agenda tersebut dilaksanakan, spontan saja saya membayangkan, bahwa sahabat-sahabat saya sedang sibuk mengurusi ini itu, mengangkat ini itu, berkoar-koar menyemangati, memotivasi, mengisi seminar, membina adik-adik, mempersiapkan segala sesuatunya agar daurah, seminar, musyawarah dan segala bentuk agenda tersebut lancar jaya tanpa kurang sedikitpun. Kalau boleh jujur, mata saya basah membayangkan itu semua, saya ulangi, sungguh iri ketika jemari ini terlalu bersih karna tidak mengerjakan sesuatu yang nyata, saya merasa sedih apabila kaki saya tidak tersentuh debu di medan dakwah, saya iri ketika mereka belum bisa tidur memikirkan hari esok untuk agenda berikutnya ketika saya sudah bisa santai dengan secuil aktifitas. Ketika mereka berjuang saya hanya bernostalgia dengan perjuangan tersebut, sedih. Seperti Ummu Aiman, Abu Bakr Ash Shiddiq bersama Umar bin Khattab bernostalgia atas wafatnya Rasulullah SAW, mereka menangis ketika tidak ada lagi momen-momen bersama Rasulullah SAW, momen ketika Nabi menasehati mereka, bercanda bersama mereka, berjihad, tidak ada lagi momen-momen ketika wahyu Allah SWT dibawakan oleh Jibril kepada Nabi.
saya alami. Terutama perpindahan domisili dari padang ke jambi. Ternyata status singkat tidak bisa mewakilinya. Saya sungguh iri, ketika saya menyimak grup-grup whatsapp bersama para sahabat seperjuangan di padang. Mereka merencanakan agenda A, B hingga Z yang semuanya penuh manfaat bagi keberlangsungan dakwah, baik di kampus maupun komunitas, mereka berpacu dalam berargumentasi demi kesuksesan agenda dakwah, yang jelas agenda-agenda tersebut tidak lagi bisa saya ikuti karena sudah berpindah provinsi, except if I must. Dan seketika grup-grup itu hening pada hari ketika agenda tersebut dilaksanakan, spontan saja saya membayangkan, bahwa sahabat-sahabat saya sedang sibuk mengurusi ini itu, mengangkat ini itu, berkoar-koar menyemangati, memotivasi, mengisi seminar, membina adik-adik, mempersiapkan segala sesuatunya agar daurah, seminar, musyawarah dan segala bentuk agenda tersebut lancar jaya tanpa kurang sedikitpun. Kalau boleh jujur, mata saya basah membayangkan itu semua, saya ulangi, sungguh iri ketika jemari ini terlalu bersih karna tidak mengerjakan sesuatu yang nyata, saya merasa sedih apabila kaki saya tidak tersentuh debu di medan dakwah, saya iri ketika mereka belum bisa tidur memikirkan hari esok untuk agenda berikutnya ketika saya sudah bisa santai dengan secuil aktifitas. Ketika mereka berjuang saya hanya bernostalgia dengan perjuangan tersebut, sedih. Seperti Ummu Aiman, Abu Bakr Ash Shiddiq bersama Umar bin Khattab bernostalgia atas wafatnya Rasulullah SAW, mereka menangis ketika tidak ada lagi momen-momen bersama Rasulullah SAW, momen ketika Nabi menasehati mereka, bercanda bersama mereka, berjihad, tidak ada lagi momen-momen ketika wahyu Allah SWT dibawakan oleh Jibril kepada Nabi.
Siapa yang tidak
merasa sedih ketika waktunya sudah tiba untuk berpisah jarak dengan para
sahabat yang luar biasa, yang saling mendukung dalam setiap amanah, yang selalu
menguatkan disaat lemah dengan semangat ukhuwah. Berpisah jarak dengan para
asaatidz yang telah menanamkan nilai dan menguatkan prinsip bertahun lamanya. Ketika
istri mengirimkan saya sebuah pesan, sepertinya pesan tersebut cocok juga
dijadikan judul dari tulisan ini. Namun saya bersyukur, tidak menyesal ketika
sekitar dua bulan lalu, saya memutuskan untuk pindah, saya sudah bermusyawarah
dan beristikharah, sebagaimana “Takkan menyesal orang yang beristikharah,
takkan merugi orang yang bermusyawarah” (HR Ath Thabrani). Tekad saya, apapun
itu, baik bekerja ataupun “nganggur”, saya harus mendapatkan kembali aktifitas
sebagaimana di Padang, saya sudah “pasrah” untuk mewakafkan diri ini dalam
memajukan dakwah dimanapun saya berpijak, saya harus memperluas ukhuwah dengan
sahabat-sahabat baru dan asaatidz yang tak kalah luar biasa. Alhamdulillah
Allah SWT membukakan jalan-Nya, saya mendapatkan aktifitas yang “setimpal”
meskipun belum se-bervariasi sebelumnya, semuanya dipermudah tetap dalam suasana
tarbiyah, saya bisa berkontribusi membina generasi muda penghafal Quran
disebuah yayasan. Dengan tekad tadi saya yakin Allah SWT akan membuka
cabang-cabang jalan-Nya agar bisa lebih banyak lagi menggoreskan sejarah. Tidak
hanya menyukseskan program yang ada, tapi dengan niat membangun peradaban serta
mencetak generasi yang lantang menyuarakan kebenaran. Hingga nanti bersama
sahabat-sahabat dibelahan bumi manapun yang telah sukses membina dan membentuk
manusia-manusia tangguh itu, kita pasti akan berkumpul kembali, mari
bersama-sama menyelam ke dasar laut, menembus ketinggian langit, memerangi
penguasa zalim yang menutup mata dan telinganya terhadap hajat kaum muslimin.
Tanpa kita
sadari, setiap perjalanan hidup manusia beserta sejarahnya adalah tarbiyah dari
Allah SWT, tergantung diri kita, apakah mampu mengambil pelajaran serta
hikmahnya. Sedikit dari manusia yang bisa mengambilnya, Allahummaj ‘alnaa minal qoliil..
Allahu wa rasuluhu a’lam.
@ahmaad_03
Di SMP IT Ash Shiddiiqi, Jambi
Nama = Raissa NingTyas
ReplyDeletekelas = IX PI 1
1. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
2.●uang
●barang
3.الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَفْتَرِقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتِ الْبَرَكَةُ مِنْ بَيْعِهِمَا
Penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu” (HR. Bukhari 2079 dan Muslim 1532).
4.☆sejadah
. ☆ mukenah
☆alquran
☆buku
☆sapu