Skip to main content

“Ahmad nggak akan bisa bahasa inggris ummi”


Bismillah, mumpung banyak duduk-duduk di tempat KP, apalagi bisa online buka laptop yang biasanya Cuma dengan handphone, lebih baik menulis. Karna saya lebih suka menulis pengalaman pribadi, sebab yang tahu betul tentang kejadian, perkara dan pengalaman yang dialami seseorang tentu pelakunya, soal hikmah semua bisa memetik. Insyaallah bertekad membuat minimal tiga tulisan dalam waktu dekat, pengalaman belajar bahasa inggris, bahasa arab yang tidak begitu panjang dan pengalaman menghafal Quran yang sebenarnya juga hutang pribadi. Berikut tentang Aku dan Bahasa Inggris J
 _________________________________________________________________________________

 “Ahmad nggak akan bisa bahasa inggris ummi..”


                
             Setelah pindah dari Padang ke Jambi, aku memulai pendidikan jenjang TK dan sekolah dasar di Jambi. Ini adalah cerita singkat tentang hubunganku dengan bahasa inggris. Jujur, Ummi dan Abi ku bukan orang yang sering berinteraksi dengan bahasa inggris, dirumah hampir tidak pernah berbahasa inggris, jauh berbeda dengan keluarga salah seorang teman yang kukenal, dimana kesehariannya, canda tawanya di rumah bersama keluarga menggunakan bahasa inggris, ngigaunya bahsa inggris juga kali ya. Sampai aku menduduki jenjang Sekolah Dasar kelas 4 pun, aku tidak pernah bersentuhan dengan mata pelajaran yang bernama bahasa inggris. Untung ruginya pun aku tidak peduli, karena memang tidak akan bergelut disana, Abi Ummi juga tidak pernah menganjurkan untuk mempelajarinya lebih dalam di masa itu. Hingga Abi pindah bekerja ke Sumatera Selatan, kabupaten Sekayu, Musi Banyuasin, meski daerahnya cukup lebih terpencil daripada kota Jambi, tapi ternyata di tempat ini ada mata pelajaran bahasa inggris. Mulailah aku belajar bahasa inggris dari awal, tidak dari nol sih, sebelumnya aku sudah mengenal kata “Yes, No, You, One, Two, Three, Four”, berarti dimulai dari 0,00476, ahahaha, geli memang jika dibandingkan dengan zaman sekarang, kelas V SD tidak bisa berbahasa inggris.
                Dan ternyata aku betul-betul menyesal bercampur malu, seakan topeng beton pun tak bisa menutupi wajahku. Mengeja angka 1 hingga 20 saja aku tidak bisa, membaca sebuah kalimat itu durasinya sama dengan membaca sebuah paragraf, apalagi akan mengigau bahasa inggris, ngarep. Alhasil, disaat ujian teman-teman baruku banyak yang kasihan melihatku belum juga mengumpulkan lembar ujian, sesekali mereka berbisik dari jauh memberitahu jawaban ujian kepadaku, aku hanya bisa membalasnya dengan tersenyum, fake smile karena akupun tak paham dengan apa yang mereka bisikkan, miris. Entah karena paradigma yang tertanam di benakku bahasa inggris itu memang sulit sekali, yang disampaikan guru selama 2 tahun SD di Sekayu itu sama sekali tidak men-sibghah-ku. Hingga aku sempat sekolah di SMP 1 Negri Sekayu kelas satu sebelum aku pindah ke Padang. Sama saja, aku sama sekali tidak mengerti. Aku masih ingat wajah guru bahasa inggrisku yang sering kecewa dengan hasil ulanganku. Meskipun saat itu aku mampu menghafal banyak kata kerja beserta bentuk past hingga bentuk ketiganya, tapi aku tidak tahu kapan dan dimana aku bisa gunakan puluhan kata-kata itu, mungkin karena aku tidak belajar dari dasarnya, biasalah anak pindahan. Ah! Menyedihkan. Puncaknya sampai aku melontarkan kata menyerah, aku mengibarkan bendera putih, putih dengan bercak merah oleh tangis darahku, www.mirissekali.com, haha.. Aku katakan ke Ummi sepulang sekolah “Ahmad nggak akan bisa bahasa Inggris mi..”. Lalu Ummi memotivasi seperti biasa, dengan tambahan taujih-taujih yang menyentuhku, tapi tak tanggung-tanggung paku beserta palu paradigma tadi sudah lama dan kuat menancap serta mengakar di benakku, dicabut rame-ramepun tak akan bisa.
                Akhirnya, aku pindah sekolah ke Padang, pertama kalinya berpisah dengan Abi dan Ummi, perpisahan yang sangat menyedihkan, terbukti saat itu aku betul-betul tak tahan menatap mobil Abi yang
membelakangi meninggalkanku di Padang, sampai dua hari lo menangis. Tapi aku tidak akan bercerita tentang perpisahan ini. Mulailah aku bersekolah di SMP Islam Khaira Ummah, tak tahu apa yang membentur paku dan palu tadi hingga tercabut, tapi paradigma susahnya bahasa inggris tadi sudah mulai terkikis, pelahan mengecil hingga mulai tercabut. Ku haturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pak Khalil, guru bahasa inggris pertamaku di SMP Islam Khaira Ummah, seakan belajar bahasa inggris itu adalah pelajaran yang paling aku nantikan, pak Khalil menyajikannya secara instan aku rasakan, aku merasa paling mahir di kelas, aku selalu berharap ditunjuk dalam quiz-quiz, berharap ditunjuk juga dalam menjawab soal-soal lisan, aku kecanduan. Sebelumnya kakak ku sudah jauh lebih mahir berbahasa inggris tanpa memiliki kisah sejarah miris sepertiku. Sehingga saat aku di rumah selama SMP bersama kakak di rumah nenek ini, aku bertekad berbincang-bincang dengan bahasa inggris di rumah, tapi tidak terlalu konsisten sih. Tidak ingat kelas berapa, mungkin kelas 2 SMP, aku malah menjadi utusan sekolah untuk lomba pidato berbahasa inggris sekota Padang, tapi tentu tidak menang karena saking semangatnya aku mengarang pidatoku sendiri di luar tema yang ditetapkan panitia, dan pembimbingku tidak memberitahu aturan tema tersebut. Terkadang abi ingin mendengarku berbahasa inggris melalui telepon, aku senang sekali bisa memperdengarkannya ke Abi. Abi pun menyarankanku untuk memperdalam bahasa inggrisku. Aku kursus di LBA LIA di Khatib Sulaiman, Padang. Pergi les naik sepeda lo, satu-satunya, sekelas dengan teman-teman seusiaku yang hampir semua menggunakan sepeda motor. Kalau tidak salah gedung itu lima tingkat dan sekarang sudah rata sejak gempa di Padang tahun 2009 lalu. Kakak kandung juniorku saat di Ar Risalah meninggal dunia di gedung itu. Tak lama belajar disana, menggunakan sebutan level begitu tertantang kursus disini. Aku paling suka saat ujian naik level, apalagi bagian menceritakan sebuah gambar yang disodorkan oleh penguji, sebab aku bebas mengatakan dan mengeluarkan kosakata apa saja.
                Waktu berlalu, aku juga mulai menyukai lagu-lagu barat. Siapa sangka aku pernah hafal satu album simple plan, avril, evanescence, good charlotte, hoobastank, westlife, blink, banyak lagi lagu-lagu yang sedang populer pada saat itu. Dan alhamdulillah aku tidak begitu candu lagi dalam menghafal lagu-lagu itu juga berhenti mencari lagu-lagu baru, karena aku memang tidak punya akses lagi untuk mencarinya sejak masuk ke Ar Risalah. Sedikit cerita menjelangg masuk MA Ar Risalah, aku terjebak. Terjebak ke dalam longsoran emas. Pendaftaran SMA saat itu online, aku lulus di SMA pilihan ke empat, SMAN 9. Padahal aku ingin sekali bersekolah di SMAN 2, selain dekat rumah kabarnya di sekolah itu ada kegiatan ekskul breakdance, itu obsesiku sejak ikut beladiri wushu di kelas 3 SMP. Tapi setelah bersilaturahim ke rumah Buk Erna, beliau mengabarkan bahwa ada sekolah baru di Lubuk Minturun, jalan terus ke bukit melewat Khaira Ummah. Sangat tepat waktu, hari itu juga aku langsung mendaftar, sudah hari terakhir pendaftaran dalam gelombang kedua. Besoknya ikut tes dan aku lulus bersama dengan temanku di Kimia Unand dan Presiden UNP sekarang. Masuk Ar Risalah dahulu tidak sesulit sekarang, persaingan sekarang begitu ketat “melawan” ratusan pendaftar lainnya, sedangkan dulu tidak begitu banyak. Sekarang aku tinggal memilih masuk ke SMAN 9 atau Ar Risalah. Abi sama sekali tidak setuju aku masuk ke pesantren itu, karna Abi bersifat idealis, berpikir dengan logika yang tegas, memikirkan Ar Risalah itu adalah sekolah yang baru kami kenal sehari, prestasinya tidak tahu banyak, plus aku menjadi Generasi Pertama alias angkatan pertama, bisa dibilang “generasi percobaan”. Sepulang dari Ar Risalah melihat pengumuman, perbincangan memilih sekolah bersama Abi dan Ummi dimulai. Dan akhirnya semua keputusan diserahkan kepadaku, aku masih tidak percaya perbincangan di mobil saat itu “ng-akhirat” banget. Karena pertanyaan Abi bunyinya seperti ini “Abang lebih memilih dunia atau dunia dan akhirat?” Seperti pertanyaan-pertanyaan yang hanya bisa aku baca di buku-buku siroh atau kisah-kisah hikmah di majalah-majalah islami. Tentu saja aku memilih jawaban yang ada akhiratnya, sesuai alur cerita di dalam buku-buku yang aku baca.
                Mulailah aku bersekolah disana dan aku juga baru tahu bahwa ada aturan bahasa, atau usbu’ul lughah, ada english week dan ada arabic week. Seminggu keseharian berbahasa inggris dan seminggu lagi berbahasa arab. Kalau sempat tercatat oleh “malaikat” atau jasus bahwa aku berbahasa indonesia, akan di denda seribu perkata, apalagi berbahasa daerah seperti minang, lima ribu perkata WAW... Haha.. Tapi ‘iqobnya ini seringkali berubah. Aku senang sekali di awal-awal dulu bisa bebas berbahasa inggris di keseharian ku, tapi cukup kecewa berat dengan adanya bahasa spesies baru ini, “bahasa sakan”. Yang ini tidak perlu diceritakanlah, takut terkuak oknum-oknum pencetusnya. Di semester kedua tahun pertama aku mulai terbiasa berbahasa arab (Insyaallah cerita perjuanganku mempelajari bahasa arab akan ditulis tak lama lagi.. hehe J). Selama di Ar Risalah, yang menjadi guru bahasa inggris saat itu adalah ustadzah Erlinda Syam, banyak sekali mendapatkan ilmu dari beliau, namun kenikmatan melantunkan lagu-lagu itu mulai terkikis, otomatis hasrat itu hilang disaat fokus menghafal Quran, karna kebiasaan itu tidak mungkin hidup secara bersamaan. Andai aku sedang candu-candunya menghafal dan muraja’ah, jangankan melantunkan lagu, mendengarnya saja sangat mengganggu. Begitu pula sebaliknya, saat sedang candu-candunya melantunkan lagu, muraja’ah terasa malas. Berbeda hasratnya melantunkan lagu barat di masa SMP dengan MA, bedanya terletak di hati, alhamdulillah aku bisa memisahkan niatku melantunkan lagu barat, kalau selama di SMP itu aku menyanyikannya karena candu dan mendalaminya sepenuh hati, norak banget pernah nyanyiin lagu barat sampe nangis meresapi, sedangkan di masa MA aku menyanyikan untuk melancarkan kembali lidah yang kaku sebab tercemar “bahasa sakan”, haha. Saksi kuat dalam hal ini adalah si “cerdas” Yoga, si “cool” Fida’ dan si “murid” Wiryo. Makna “cerdas” ini tidak banyak yang paham, ia hanya bisa dirasakan, begitu juga dengan “cool”, bersama Yoga dan Fida’ ini seingatku sering membicarakan tentang lagu-lagu barat. Sedangkan si “murid”, Wiryo ini memang menyerahkan dirinya kepadaku untuk diajari menuliskan lyric lagu dari mendengarnya saja, sejarah penyerahan diri itu terjadi saat kami sekamar menjadi na’ib di asrama junior. Beberapa lembar binderku berisikan lyric-lyric lagu yang kutulis sendiri sering dipinjamnya. Termasuk lagu “We will Not go down” yang sedang trend ditahun 2009. Karna aku juga salah satu personil tim nasyid H2O (Hallow Hillarious Octagon), aku hampir tampil solo menyanyikan sebuah lagu berbahasa inggris, kami sudah latihan hingga larut malam dengan drummer si “cerdas” Yoga, aku tidak ingat kenapa tidak jadi ditampilkan saat itu.
                Nah, untuk sekarang, alhamdulillah lagu-lagu Maher Zain, Raef dkk menjadi pelampiasan menghafal lagu bahasa inggris. Terkadang terdengar juga lagu yang menarik untuk di hafal akhirnya terhafal juga. Walaupun aku jauh dibilang mahir dibanding teman-teman yang memang intens mempelajari bahasa ini, atau yang masih mengejar lagu-lagu dan senang menghafalnya, paling tidak aku masih bisa bercakap-cakap ringan dan mengetahui lyric lagu baru yang aku dengarkan, atau menonton film tanpa subtittle, sebetulnya ini kembali ke ranah www.mirissekali.com untuk ukuran mahasiswa, haha, harap dimaklumi. Beberapa waktu lalu mencoba membaca The Davinci Code, tetap aja bolak balik kamus, kosakatanya.. beuh.. Semester dua kemaren aku ikut kursus lagi, tapi tidak lama, di ELS bersama Muhammad Khalid Aal J. Kalau sekarang Abi jangan ditanya, Abi dituntut berbahasa inggris di tempat kerjanya, karena “boss”nya orang Jepang, jadi setiap rapat atau berbalas email, whatsapp maupun sms, harus bahasa inggris.
                Apa hikmahnya? Aku teringat tulisan yang pernah kutulis ini, Aku telah Menghafal al Quran, pelaku yang bercerita disana mengungkapkan hadits qudsi “Ana ‘inda dzhanni ‘abdi bi”(Sesungguhnya aku terdapat dalam prasangka hambaku). Kalau kita berprasangka bahwa sesuatu itu memang sulit kita capai, maka Allah memang memberikan apa yang kita prasangkakan kepadaNya, akan sulitlah jalan-jalan kita dalam menggapai sesuatu yang kita tekadkan, ini berlaku untuk semua kasus. Bagi yang menganggap bahwa menyusun skripsi, penelitian, tugas akhir atau apalah namanya adalah sulit, maka Allah akan memberikan sesuai yang kita prasangkakan kepadaNya. Waqul i’maluu fasayarallaahu ‘amalakum wa rasuuluhuu wal mu’minuun, cukuplah kita bekerja maka Allah akan melihat amal-amal kita, rasulNya dan orang yang beriman. Untuk hasil mari kita serahkan kepada Allah, tawakkal setelah ikhtiar, no matter what, let Allah do His part, everything’s going to be good insyaallah. Banyak lagi hikmanya yang bisa masing-masing kita petik, cukup sampai disini ya. Semoga kisah nyata ini bermanfaat, bila ada kesamaan nama dan tempat, itu bukan fiksi, melainkan memang nama sesungguhnya.
wassalam.. J

Comments

  1. dari awal ana senyam senyum baca cerita ustadz belajar bahasa inggris ini wkwk, tapi sesekali netes juga dikit tadz, semoga kita semua nanti berkumpul di surga Allah ya tadz Amin..

    ReplyDelete

Post a Comment

Klik identitas Name/URL untuk comment, bila tdk ada akun google

Popular posts from this blog

Cerdas di Atas Kertas, Orientasi Pendidikan Islam di Era 4.0

           Era disrupsi selalu mengagetkan kita dengan realitas-realitas tak terduga yang terus bermunculan di tiap sektor kehidupan, siapa "kita" yang terkaget-kaget itu? Yang kaget dengan hal-hal baru pada zaman ini hanyalah kelompok generasi Y (milenial) ke atas, generasi Z tidak akan begitu kaget sebab mereka turut berkontribusi atas perubahan zaman, bahkan merekalah yang saat ini sedang membanjiri pasar industri. Terlebih gen alpha yang lahir dari rahim generasi milenial, mereka adalah penduduk digital yang asli di Bumi ini. Usia mereka 13 tahun kebawah dan merupakan generasi yang paling akrab dengan perkembangan teknologi, mungkin mereka tidak merasakan adanya hal yang baru.          Apa hal dan realitas baru yang dimaksud? Mulai dari sektor industri yang dijadikan istilah dalam perubahan tatanan kehidupan kita, yaitu revolusi industri 4.0 yang sudah dimulai sejak abad 20. Makin kesini makin kesana, kita ambil contoh sektor transportasi yang dirasakan mayoritas pendudu

Seberapa Penting Islamic Wolrdview?

Pilih mana? Pemimpin Kafir yang jujur? Atau pemimpin Muslim tapi korupsi? Kita ini menyembah tuhan yang sama, tapi dengan cara yang berbeda-beda Semua agama mengajarkan kebaikan, maka jangan klaim kebenaran Gak usah kaitkan bencana alam dengan maksiat, kalau mau bantu ya bantu aja Agama itu suci, jangan campur dengan politik yang kotor, agama-agama aja, politik-politik aja Gak mau ngucapin selamat natal? Ish, gak toleran. Kamu fanatik betul dengan agama ya? Gak asih ah Pernyataan dan pertanyaan mana yang menjadi favorit kamu? Pertanyaan menjebak dan menyesatkan ini seringkali menghantui ummat islam di abad 21 ini, terutama di era derasnya arus informasi dan teknologi komunikasi, inilah realitas kehidupan kita saat ini. Sebelum kita membahas dan menjawab pertanyaan ini, mari kita mengenal Islamic Wolrdview. Meskipun istilah W orldview bukanlah istilah yang terbaik untuk I slamic Worldview , namun istilah ini yang paling mungkin untuk diterima seluruh masyarakat dunia. Pertama kal