Waw, kali ini ana mulai menulis tentang hal-hal yang serius.. Padahal baru sebentar terjun ke dunia dakwah kampus yang ternyata jauh sekali bedanya dengan dakwah sekolah. Tapi insyaallah tetap bermanfaat bagi kita semua. Amiin..
Apabila kita membahas sesuatu, ada baiknya kita membahas pengertiannya terlebih dahulu. Ashalah secara bahasa, ‘Asli’. Sebagaimana kita ketahui seperti ilmu Ushul Fiqh, yaitu ‘asal fiqih’, darimana sumbernya hukum fiqh, dan sebab-sebab munculnya hukum tersebut. Juga ada Mushthalahul Hadits, walaupun asal kata 'mushthalah' itu bukan 'ashalah', namun ilmu ini juga merupakan ilmu yang membahas keaslian hadits, sumber-sumbernya, apakah dari sanad yang baik dan kita bisa menentukan apakah suatu hadits itu shahih atau dha’if, bahkan maudu’.
Apabila kita membahas sesuatu, ada baiknya kita membahas pengertiannya terlebih dahulu. Ashalah secara bahasa, ‘Asli’. Sebagaimana kita ketahui seperti ilmu Ushul Fiqh, yaitu ‘asal fiqih’, darimana sumbernya hukum fiqh, dan sebab-sebab munculnya hukum tersebut. Juga ada Mushthalahul Hadits, walaupun asal kata 'mushthalah' itu bukan 'ashalah', namun ilmu ini juga merupakan ilmu yang membahas keaslian hadits, sumber-sumbernya, apakah dari sanad yang baik dan kita bisa menentukan apakah suatu hadits itu shahih atau dha’if, bahkan maudu’.
Kembali kepada Ashalatud Da’wah, ‘kembali kepada kemurnian
dakwah’. Dakwah dengan menghadirkan ruh bersamanya. Menghadirkan akhlaq-akhlaq
Rasulullah bersama kita, mencontoh Rasulullah dan bersanddar pada manhaj al-Quran.
Benar-benar mencontoh bagaimana Nabi Muhammad berdakwah.Semangat seperti inilah
yang mampu membuat para aktivis dakwah bisa bertahan. Jangankan semangat
dakwah, karena kemapanan dakwah kampus yang telah tersusun sedemikian rapi di
segi alur organisasi dakwahnya, serta fasilitas yang sudah begitu lengkap dan
tak ada lagi yang menghalangi dakwah jahriyah di kampus, para aktivis hanya
melakukan kegiatan sebagai rutinitas yang sangat membosankan tanpa ada ghirah
yang mendobrak yang akan menimbulkan inovasi atau terobosan baru. Bayangkan!
Bertahun-tahun, sudah sekian kali berganti kepengurusan dengan program kerja
yang sama persis?? Para aktivis dakwah hanyalah sebagai robot-robot jundiyah
yang bekerja tanpa merasa, hanya pelengkap persyaratan adanya sebuah
organisasi. Apa asyiknya berdakwah bila seperti itu??
Ashalah ini juga terkait masalah hijab, ada yang mengatakan bahwa organisasi dakwah sekarang sudah melenceng dari ashalah, sebab terlalu banyak mengadakan acara ikhwan dan akhwat. Tapi inti sebenarnya bukan masalah itu, boleh saja membuat inovasi dan terobosan baru dengan tetap menjaga kadar hijabnya dan tak kehilangan ruh dalam pelaksanaanya.
Ashalah ini juga terkait masalah hijab, ada yang mengatakan bahwa organisasi dakwah sekarang sudah melenceng dari ashalah, sebab terlalu banyak mengadakan acara ikhwan dan akhwat. Tapi inti sebenarnya bukan masalah itu, boleh saja membuat inovasi dan terobosan baru dengan tetap menjaga kadar hijabnya dan tak kehilangan ruh dalam pelaksanaanya.
Mari kita berkhayal -insyaallah jadi nyata- bahwa kita
berada dilingkungan organisasi dakwah yang seluruh aktivis dakwahnya memiliki
ruh dan semangat seperti para sahabat Rasulullah saw. Setiap kita fastabiqul khairaat, bila
ada ikhwah yang lanjut baca
melakukan suatu ibadah khusus, secara sembunyi-sembunyi ikhwah yang lain juga melakukannya karena tidak mau kalah. Bila ada ikhwah yang menghafal suatu surat dari al-Quran, bila diketahui oleh ikhwah lain ia juga akan menghafal surat tersebut. Berlomba-lomba dalam kebaikan seperti inilah yang sangat kita rindukan. Benarkan? Yang penting juga, setiap ibadah itu ada ilmunya, inilah pembeda para aktivis dengan muslimin pada umumnya.
melakukan suatu ibadah khusus, secara sembunyi-sembunyi ikhwah yang lain juga melakukannya karena tidak mau kalah. Bila ada ikhwah yang menghafal suatu surat dari al-Quran, bila diketahui oleh ikhwah lain ia juga akan menghafal surat tersebut. Berlomba-lomba dalam kebaikan seperti inilah yang sangat kita rindukan. Benarkan? Yang penting juga, setiap ibadah itu ada ilmunya, inilah pembeda para aktivis dengan muslimin pada umumnya.
Coba kita bandingkan tiga orang berikut. Yang manakah tipe orang
yang akan melanjutkan dakwah ini dengan ghirah yang baru, dengan kemurnian cara
berdakwah sebenar-benar tangguh.
Orang yang pemalas, akan bangun pagi pukul 06.00 pada umumnya, baru
ambil wudhu lalu shalat shubuh di rumah, bahkan tidur lagi.
Orang yang hanif namun
bukan aktivis akan bangun lebih cepat, berwudhu dan shalat sunnah fajar sebelum
subuh di masjid, lalu shalat berjama’ah, berdzikir,baru pulang.
Sedangkan aktivis dakwah, bangun pukul 04.00, ambil wudhu dan
qiyamullail beberapa raka’at ditambah witir. Mungkin juga akan menambah hafalan
Quran baru atau memuraja’ah hafalan lama. Lalu ia akan berdoa dengan khusyuk,
karena ia tahu, ia tahu bahwa waktu-waktu seperti itu (menjelang azan subuh dan
1/3 malam terakhir) adalah waktu-waktu paling mustajab untuk berdoa (dia tahu
ilmunya). Barulah ia ke masjid dan shalat sunnah fajar setelah azan, ia berdoa
lagi karena waktu di antara azan dan iqamah adalah waktu yang mustajab juga.
Setelah shalat shubuh berjama’ah ia berdzikir sesuai dzikir yang diajarkan
Rasulullah, atau membaca al-Ma’tsurat. Namun ia tidak akan pulang dulu ke
rumah/kos/wisma sampai sepuluh menit setelah waktu syuruk. Dengan apa waktunya
diisi selama itu? Bisa saja ia tilawah atau muraja’ah hafalan yang dihafal
sebelum subuh tadi atau melanjutkan hafalan baru lagi. Beberapa menit setelah
syuruk, sekitar pukul 07.00, ia tutup ibadahnya dengan dua raka’at dhuha atau
lebih. Ia tahu ilmunya bahwa siapa yang beribadah kepada Allah di masjid
setelah subuh dan ditutup dengan dua raka’at dhuha, ganjaran pahalanya adalah
sama dengan tiga kali haji bersama Rasulullah.
Bayangkan dengan dua orang pertama tadi, dalam waktu yang sama,
sudah berapa banyak perbandingan pahalanya?? Belum lagi pahala yang
dilipatgandakan oleh Allah. Contoh di atasbaru satu jenis ibadah saja, yaitu
shalat shubuh dan sunnah-sunnah yang ada pada waktu shubuh, belum ibadah
lainnya seperti puasa, dalam tilawah pun banyak sunnah-sunnahnya seperti
berwudhu, bersiwak, menghadap qiblat, memenuhi hak-hak tiap huruf yang dibaca,
dalam berwudhu juga banyak sunnahnya seperti memanjangkan putihnya, mengalirkan
air ke lubang hidung, membaca doa tertentu setiap membasuh anggota wudhu. Wah,
kalau semuanya disebutkan tema ashalah jadi melenceng. Tidak perlu semua orang
islam seperti orang ketiga ini, cukup para aktivis saja yang seperti itu,
organisasi dakwah ini akan sangat berkah dan akan menjadi rujukan organisasi
manapun, baik organisasi Islam maupun tidak, ana yakin kita bisa mengubah
peradaban ini dalam waktu singkat.
Nah, setelah kita memahami seperti apa seharusnya kepribadian
seorang aktivis dakwah. Kita juga pasti akan tahu bagaimana seharusnya
berdakwah terkhusus di lingkungan kita. Ini peninjauan ashalah dari sisi lokal
(mahaliyah). Dikampus, apakah sasaran
kita hanya pengurus organisasi dakwah saja yang akan dijaga ke istiqamahannya?
Apakah hanya mahasiswa pada umumnya? Karyawan-karyawan, tukang sapu, bahkan
dosen-dosen juga harus merasakan kehadiran kita. Berbaur dengan mereka,
menggunakan bahasa dan gaya mereka. Sebagaimana Rasulullah saat memulai dakwah
jahriyahnya di bukit Shafa, tempat dimana orang Quraisy biasa mengumumkan
berita-berita penting, dan menggunakan bahasa yang sudah membudaya di
masyarakat Quraisy sebagai pembuka. Atau seperti Hasan al-Banna dengan
kepribadiannya yang memukau, penyampaian ceramahnya sederhana namun menarik,
sehingga masyarakat dari berbagai kalangan dengan mudah menerima dakwahnya.
Hanya dalam beberapa tahun saja, ia sanggup mengumpulkan orang-orang yang
ikhlas mengikuti pemikiran dan kepribadiannya.
Ya, itulah kemurnian dakwah, kembali pada keasliannya sebagai
sesuatu yang memang harus disebarkan. Dari penjabaran di atas, didapat bahwa seorang aktivis dakwah itu, memiliki kekuatan ruhiyah yang lebih dari yang lain, memikirkan regenerasinya atau pengkaderan yang efektif sebagai penerusnya nanti. Harus stereo,
tidak mono menjalankan rutinitas
kegiatan seperti novel yang di dalam sekali kepengurusan, ada awal, klimaks, lalu
akhir. Lalu dimulai lagi dalam kepengurusan baru. Tired deh..
Kemurnian dakwah ini sesuatu yang harus dikembalikan, itu semua
akan terwujud dengan satu buah kunci saja, yaitu keikhlasan, pandangan atau bashirah
yang tajam dan memiliki harapan untuk kelanjutan dakwah ini.
"ketika dakwah bercampur fitnah"
ReplyDeletesemoga kita tidak termasuk didalamnya ya akh, Aamiin..
dosennya didakwahi agar bertanggung jawab terhadap mata pelajaran yang diembannya jangan banyak ngurusin project di luar terus mahasiswanya ditinggalin. Dengan ini akan ada ghirah yang baru, tapi harus dengan bijaksana
ReplyDelete@adekfi, ya amiin..
ReplyDelete@abi, ya bi.. betul sekali.. biar dosen2 tu memang merasa memiliki tanggung jawab terhadap mahasiswanya..
ReplyDeletesekadar informasi akhiy, ana bukan adek2 lagi, skrg dah dewasa, sapa ukhtiy fi atau fi saja ya, hhe. 'afwan..
ReplyDelete@ukht fi, ok, sebelumnya krn nama akunnya "adekfi"
ReplyDeleteAssalamu'alaikum wr wb
ReplyDeleteSalam Kenal, tulisan2nya cukup Bgus, Kental dengan suasana Tarbiyyah!
Selamat bergabung di dunia Dakwah Kampus, sepertinya ini tulisan Tugas ya? Back to Ashola Dakwah (lamada 2)? ^^
Wa'alaikumussalam..
ReplyDeletesalam kenal uga, sdh lama skali tdk mbuka blog..
alhmadulullah, moga juga kental dgn suasana islami yg lain..
ketahuan tulisan tugas..:)
daripada berdebu dilaptop, lebih baik di post..^^